Sumber
|
:
|
Investor Daily, Sabtu, 02
Juni 2012
|
| ||
Regurgitasi atau banyak orang mengenalnya
sebagai gumoh, dianggap hal sangat wajar terjadi pada bayi di bawah usia empat
bulan. Bahkan, di Indonesia sebanyak 75% bayi usia di bawah tiga bulan menderita
gumoh. Namun, setiap orangtua patut waspada apabila bayi mengalami gumoh
terus-menerus dan berat badan berkurang. Sebab, hal itu mengindikasikan bayi
berpotensi mengalami malanutrisi.
Dengan banyaknya kasus gumoh menunjukkan bahwa secara penutup lambung bayi belum sempurna. Untuk itu, sangat normal apabila bayi mengalami gumoh kurang dari empat kali sehari. Hal tersebut seiring dengan fisiologis dan usia sang bayi. Tak heran apabila fenomena gumoh ini akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni pada usia 12 bulan. Namun, gumoh menjadi hal yang patut diwaspadai apabila terjadi secara terus-menerus atau lebih dari 4-6 kali per hari. Dokter spesialis anak dan konsultan pediatrik gastro dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Badriul Hegar mengatakan, regurgitasi tidak dapat dicegah. Namun, para ibu atau orangtua bisa menurunkan risikonya, yakni dengan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. Badriul menjelaskan, berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta pada 2004 membuktikan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif lebih jarang mengalami gumoh dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. “Untuk itu, ibu jangan tidak pede memberikan ASI eksklusif pada anaknya karena takut gumoh. Malahan menyusui ASI mengurangi gumoh,” ungkap Badriul, di Bandung, baru-baru ini. Namun demikian, lanjut Badriul, apabila gumoh berlebih sering terjadi saat diberi ASI, orangtua juga melakukan positioning setelah bayi minum susu. Caranya, dengan menaruh bantal di bagian pinggang belakang dari si bayi hingga mencapai sudut 45 derajat. Hanya saja, tidak semua bayi bisa menerima atau mengonsumsi ASI. Untuk mengatasinya, dia menyarankan agar para ibu melakukan tips modifikasi, yaitu dengan mencoba mencampurkan 100 cc susu dengan sebanyak 5 gram tepung beras. “Jika ibu dari keluarga mampu, boleh menggunakan susu komersial untuk mengurangi frekuensi regurgitasi yang harus diperoleh dengan resep dokter,” ujar dia. Badriul menambahkan, orangtua baru dapat menemui dokter apabila seluruh proses pengurangan gumoh tidak berpengaruh banyak. Apalagi jika ditambah gejala anak menjadi rewel, menangis terus, menolak minum hingga penurunan berat badan yang signifikan dalam empat bulan terakhir. “Kalau sudah seperti itu, orangtua harus hati-hati. Bisa jadi asam lambung dalam tubuhnya ikut keluar sehingga muncul peradangan di dalam kerongkongan,” kata dia. Kepala Departemen Pediatrik di Rumah Sakit University Brusel (Brussel UZ) Prof Yvan Vandenplas mengungkapkan, gejala regurgitasi sering dikaitkan dengan reflux pada saluran cerna atau yang lebih dikenal dengan istilah happy vomitting yang banyak menimbulkan kecemasan bagi para ibu. Menurut Yvan, regurgitasi merupakan hal yang menjadi perhatian pada satu dari tiga ibu di seluruh dunia. Apabila bayi dengan kondisi regurgitasi berlanjut juga dapat mengalami kondisi sulit menelan atau yang disebut dengan dysphagia. "Setiap nutrisi yang masuk ke dalam lambung bayi belum sempat dicerna dengan sempurna sehingga berpotensi menyebabkan malnutrisi. Tidak hanya itu, rasa sakit juga akan dialami bayi karena adanya iritasi asam lambung dari perut hingga tenggorokan," papar Yvan Vandenplas. |
Gumoh Berlebih Pertanda Bayi Malanutrisi