ASSALAMU ALAIKUM WR. WB, SELAMAT DATANG DI RS. AKADEMIS JAURY JUSUF PUTERA, Alamat : Jl. Jend. M. Jusuf No. 57 A Makassar, Telepon : (0411)3617343,3620279,3620280, Fax : (0411)3613914. SEMOGA LEKAS SEMBUH

Penyembuhan Epilepsi Butuh Dukungan Moril Keluarga

Ketidakpatuhan para penyandang epilepsi (PE) terhadap pengobatan dapat mengakibatkan terjadinya serangan, gangguan tumbuh kembang pada anak yang mengalami PE, dan menurunkan plastisitas otak. Sebab itu, dukungan moril dari lingkungan, khususnya keluarga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran penderita untuk patuh dalam pengobatan dan berjuang melawan label negatif dari masyarakat yang menyebutkan bahwa epilepsi adalah penyakit kutukan.

“Maka itu, pengobatan epilepsi diperlukan untuk mengurangi kecenderungan otak agar mendapatkan bangkitan dengan cara mengurangi kegiatan elektrik yang berlebihan atau mengurangi rangsangan dari neuron atau saraf,” ujar Ketua Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi di Indonesia (Perpei) Anna Marita Gelge pada seminar Patuh pada Pengobatan Agar Epilepsi Terkontrol, di Jakarta, kemarin.

Menurut Anna, pengobatan epilepsi yang perlu waktu bertahun-tahun seringkali membuat penderita tidak disiplin dalam mengonsumsi obat. Untuk itu, dukungan penuh terhadap kepatuhan pengobatan para PE menjadi penting, supaya mereka dapat berjuang guna mencapai kesembuhan optimal.

Peringatan World Purple Day atau Hari Peduli Penyandang Epilepsi di Indonesia diharapkan dapat menjadi ajang kesadaran tentang epilepsi untuk seluruh lapisan masyarakat serta menghimbau pemerintah untuk memberikan dukungan penuh pada PE. Diperingati pada 26 Maret setiap tahun, World Purple Day mengajak seluruh masyarakat di seluruh dunia untuk mengenakan pakaian berwarna ungu serta menyelenggarakan acara sebagai bentuk dukungan terhadap epilepsi

Gerakan internasional yang menyerukan kepedulian terhadap penyakit epilepsi, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia akan epilepsi, serta memberikan dukungan terhadap kepatuhan pengobatan PE.

Menurut Anna, saat ini berbagai informasi mengenai epilepsi yang beredar di masyarakat luas masih kurang tepat. Kesalahan persepsi biasanya terjadi karena masih minimnya informasi dan pola pengertian masyarakat yang keliru serta telah terbentuk sejak lama, seperti anggapan negatif penyakit epilepsi. Padahal, para penyandang epilepsi sangat membutuhkan dukungan penuh. Terutama selama masa pengobatan yang memerlukan kedisiplinan dan kepatuhan penyandangnya.

“Peringatan World Purple Day di Indonesia juga bertujuan meningkatkan kepedulian pengambil kebijakan, seperti Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di daerah. Pemerintah memiliki peranan penting dalam menghapus stigma negatif yang masih beredar di masyarakat, misalnya label negatif yang seringkali menjadi faktor pemicu stress yang lebih dominan dibanding faktor medis, ataupun psikis,” papar Anna.

Anna menyatakan, manajemen terapi dan pengobatan epilepsi harus diperhatikan. Label sosial negatif epilepsi dapat memperburuk masalah pada PE. Selain itu, penyebaran informasi masih memerlukan dukungan para opinion leader, antara lain guru, asosiasi dan khususnya para dokter guna menghindari kesalahan diagnosa yang bisa memperburuk kondisi pasien epilepsi.

Spesialis penyakit anak Irawan Mangunatmadja, mengungkapkan, diagnosis epilepsi yang tepat harus dilakukan sedini mungkin, sebab penentuan obat anti epilepsi akan mempengaruhi kesembuhan penyandang epilepsi. “Obat anti epilepsi dikonsumsi untuk menekan aktifitas listrik berlebihan penyebab epilepsi. Pemilihan obat yang tepat dan adekuat dalam pengobatan epilepsi sangat mempengaruhi laju kesembuhan penderita. Ketepatan memilih obat dapat menghindari risiko gangguan pada tumbuh kembangnya, seperti penurunan konsentrasi anak. Untuk menangani anak yang menjadi PE, peranan orang tua dalam pengobatan epilepsi diperlukan sekali, karena ketidakpatuhan terhadap pengobatan epilepsi dapat memperparah penyakit epilepsi itu sendiri.

Serangan kejang yang sering berulang akibat ketidakpatuhan minum obat akan menyebabkan jaringan otak yang tidak rusak menjadi rusak, sehingga dapat menyulitkan terapi epilepsi. Bahkan menimbulkan risiko berbahaya bagi keselamatan pasien epilepsi. Karena itu, orang tua wajib memperhatikan kedisiplinan anak dalam mengkonsumsi obat anti epilepsi. Otak anak yang masih mempunyai plastisitas otak baik akan berusaha memperbaiki kerusakan jaringan yang ada. ”Namun jika serangan kejang masih terjadi, plastisitas otak tidak bisa bekerja dengan baik, sehingga kerusakan jaringan kian nyata,” ujar dia.

Spesialis penyakit saraf Endang Kustiowati menjelaskan, kewaspadaan terhadap PE sangat dibutuhkan, mengingat lingkungan dan gaya hidup merupakan faktor penting dalam tata laksana pengobatan epilepsi. Tak dapat dipungkiri, PE memiliki beban moral dalam melakukan aktivitasnya di tengah maraknya label negatif yang melekat pada penyakit epilepsi. Ruang gerak penyandang epilepsi juga dibatasi oleh beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya serangan epilepsi, seperti bekerja dan berolahraga.

“Khusus untuk menangani gejala PE pada anak, orang tua mempunyai peranan penting dalam melakukan deteksi dini epilepsi, yakni dengan memperhatikan perkembangan anak serta kelainan-kelainan yang mungkin terjadi selama tumbuh kembangnya, seperti gerakan-gerakan aneh tanpa sebab dan berulang serta reaksi terkejut (kaget) tanpa sebab yang jelas dan terjadi berulang hingga beberapa kali,” ungkap Endang.

Menurut Endang, sebuah penelitian menunjukkan, meski belum ada pengobatan untuk menyembuhkan epilepsi, sekitar 80% anak-anak yang mengidap epilepsi mampu hidup normal dengan bantuan pengobatan yang benar dan teratur. Peranan orang tua juga sangat dibutuhkan dalam pengobatan epilepsi untuk menghindari resiko akibat ketidakpatuhan dalam pengobatan. Orang tua pun perlu menjaga daya tahan tubuh anaknya dengan memperhatikan asupan gizi mereka. Aktivitas tersebut penting untuk dilakukan agar tubuh anak semakin kuat ketika menghadapi efek samping yang mungkin terjadi selama pengobatan epilepsi, seperti penurunan konsentrasi pada anak.

Keberhasilan pengobatan epilepsi selain ditentukan oleh tidak adanya kerusakan jaringan otak, juga  oleh ketepatan diagnosis epilepsi sejak dini juga tergantung dari penyandang dan orang tua, tenaga medis yang memberikan pelayanan, obat anti epilepsi yang diminum, kepatuhan dan ketersediaan obat anti epilepsi yang memerlukan dukungan pemerintah serta organisasi lainnya yang memperhatikan pengobatan penyandang epilepsi.

“Dengan dukungan dari lingkungan sekitar khususnya keluarga, para penyandang epilepsi akan merasa nyaman yang akhirnya akan membangkitkan semangat untuk patuh terhadap pengobatan epilepsi, sehingga penyandang epilepsi terhindar dari bahaya status epileptikus yakni, serangan beruntun lebih dari 30 menit yang berdampak kematian” kata Endang.

Endang menambahkan, penggunaan dan pemilihan obat anti epilepsi haruslah berdasarkan pengawasan dokter, terlebih lagi bila penyandang hendak melakukan penggantian obat dari obat paten menjadi obat substitusi, maupun sebaliknya. Dokter memiliki peran yang sangat penting untuk menjelaskan secara detail risiko yang terjadi akibat penggantian obat tersebut.

Manajemen pengobatan epilepsi dapat berlangsung selama bertahuntahun. Karena itu, kandungan hayati dari obat epilepsi harus selalu stabil (tidak fluktuatif) dari waktu ke waktu. Kandungan hayati yang terdapat pada obat paten dan obat substitusi jelas berbeda. Perbedaan itu memiliki risiko karena bila kandungan hayati meningkat, dapat mengakibatkan keracunan, sedangkan bila kandungannya berkurang akan memicu kekambuhan sebesar 80%.

Terkadang karakteristik dan sistem pelepasan obat yang tidak ekuivalen dapat menyebabkan serangan kembali pada pasien yang sebelumnya sudah terkontrol. Jika dosis pada obat substitusi ditingkatkan, justru dapat menimbulkan efek samping yang lebih besar. “Dengan tingginya angka kekambuhan, jelas berdampak negatif karena menurunkan tingkat produktivitas pasien,” ujar Endang. (IZN - pdpersi.co.id)

Trik-Tips Blog Trick Blog