ASSALAMU ALAIKUM WR. WB, SELAMAT DATANG DI RS. AKADEMIS JAURY JUSUF PUTERA, Alamat : Jl. Jend. M. Jusuf No. 57 A Makassar, Telepon : (0411)3617343,3620279,3620280, Fax : (0411)3613914. SEMOGA LEKAS SEMBUH

Ibu Hamil dan Menyusui Aman Berpuasa


Sumber
 : 
Investor Daily, Sabtu, 21 Juli 2012

Ibu hamil atau sedang menyusui bayi kerap kali dihinggapi perasaan ragu untuk menjalani puasa bulan Ramadan karena aktivitas puasa dikhawatirkan berdampak pada kesehatan janin dan bayi. Padahal, berpuasa bukan sebuah penghalang bagi ibu hamil dan menyusui untuk memiliki bayi yang sehat.

Sudah banyak hasil penelitian membuktikan bahwa menjalani aktivitas puasa Ramadan justru memberikan dampak positif bagi ibu hamil dan menyusui. Asalkan sang ibu dalam kondisi sehat serta menerapkan pola makan yang teratur dan menerima asupan nutrisi yang tetap terjaga dengan baik.

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Kemang Medical Care Jakarta, Febriansyah Darus, mengatakan, berpuasa justru sangat bermanfaat untuk membantu pembakaran lemak yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Namun, sang ibu hamil dan ibu menyusui yang diperbolehkan berpuasa adalah mereka yang dinyatakan sehat dan tidak teridentifikasi mengidap suatu penyakit.

“Tidak hanya itu, pastikan ibu hamil dan menyusui mendapat istirahat yang cukup dan menjauhkan diri dari stres. Selalu ingat untuk memenuhi asupan nutrisi dan energi yang tepat saat berbuka puasa,” ungkap Febriansyah di Jakarta, baru-baru ini.

Febriansyah menyebutkan, ibu hamil umumnya memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda dengan perempuan pada umumnya. Makanya dianjurkan agar ibu hamil mengkonsumsi makanan berbahan dasar susu dan protein dengan jumlah lebih banyak atau sekurangnya dua kali lebih banyak. Pastikan pula asupan nutrisi saat puasa tercukupi di malam hari dengan memperbanyak makanan yang kaya serat dan banyak minum air putih. “Jangan mengkonsumsi gula berlebih sewaktu sahur, karena bisa menyebabkan insulin shock. Hindari juga konsumsi air dingin dan kafein saat berbuka puasa,” ujarnya.

Lebih lanjut Febriansyah menjelaskan beberapa penelitian menyebutkan risiko melahirkan bayi yang berberat badan rendah hanya terjadi pada wanita hamil yang cenderung memiliki pola diet yang buruk saat berpuasa. Selain itu, berpuasa di bulan pertama kehamilan hanya mengakibatkan penurunan berat badan yang relatif kecil, yaitu 40 gram.

Febriansyah juga menyebutkan, menjalani aktivitas puasa tidak secara langsung berpengaruh pada kecerdasan intelegensia (IQ) pada bayi. Tidak hanya itu, perubahan keseimbangan kimia dalam darah tidak berbahaya bagi sang ibu dan bayi.

Secara terpisah, pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) Prof Ilham Oetama Marsis mengungkapkan, sebuah penelitian di Yaman menyebutkan, dari 2.561 pasien hamil sekitar 90,3% menunaikan puasa dan tidak terdapat hubungan antara penurunan berat badan ibu maupun janin akibat puasa Ramadan. Demikian pula sebuah penelitian di Malaysia dari 605 pasien hamil yang menunaikan puasa Ramadan juga tidak ditemukan adanya perbedaan terhadap outcome janin dibanding dengan kelompok kontrol pasien hamil yang tidak menunaikan ibadah puasa.

Lebih lanjut Ilham menyebutkan sebuah riset oleh Alwasel dari Universitas King Saud, Saudi Arabia, tahun 2010 tentang perubahan plasenta pada ibu hamil yang menunaikan ibadah puasa. Plasenta diketahui merupakan media transfer nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Penelitian selama empat tahun dari sekitar 7 ribu bayi yang telah lahir dari ibu yang menunaikan ibadah puasa didapatkan data bahwa terjadi penurunan dari berat plasenta dari ibu hamil yang menunaikan ibadah puasa pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, tetapi secara umum tidak mempengaruhi berat lahir bayi dan kondisi kesehatan bayi secara umum. Hal itu berbeda dengan perubahan kondisi plasenta dari ibu yang menderita penyakit kronis sebelumnya.

Ilham menambahkan, dari berbagai penelitian yang ada, jelas bahwa puasa di bulan Ramadan tidak berbahaya bagi ibu hamil. Hanya diperlukan diperhatikan ekstra kondisi kehamilan. Jika memang terjadi permasalahan terhadap kehamilannya sejak awal, misalnya hiperemesis gravidarum pada trimester awal kehamilan atau terdapat komplikasi penyakit kronis sebelum kehamilan. “Jelas kondisi tersebut akan membahayakan ibu dan janinnya bila menunaikan ibadah puasa Ramadan. Segala sesuatunya dikembalikan ke hukum asal dari puasa itu. Wajib bagi yang sudah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya dan tidak wajib bagi yang berhalangan atau berusia uzur,” ujarnya


Perhatikan Asupan Gizi

Febriansyah menyebutkan, puasa Ramadan pada ibu menyusui sangat aman. Pasalnya, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh sekelompok dokter anak di Asia Tengah pada 2007, disebutkan tidak mempengaruhi parameter pertumbuhan bayi ASI eksklusif secara bermakna pada puasa Ramadan.

Kendati seorang ibu pasca melahirkan berpuasa selama 14 jam, air susu ibu (ASI) yang dihasilkan ibu menyusui tidak akan berubah dan berkurang kualitasnya. Hal itu terjadi ketika tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi saat berbuka puasa. Mekanisme kompensasi terjadi karena cadangan zat-zat gizi dari simpanan tubuh berupa lemak, energi, protein, serta vitamin dan mineral.

Oleh karena itu, papar Febriansyah, jumlah asupan gizi pada ibu menyusui yang berpuasa harus diperhatikan. Disebutkan, ibu menyusui harus tetap makan tiga kali sehari, yakni pada saat sahur, berbuka, dan setelah menjalankan shalat tarawih. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan cadangan ASl dalam tubuh.

Febriansyah memberikan tips bagi ibu menyusui dalam menjaga kesehatan selama berpuasa, disarankan menambah diet 50-55% kalori dari karbohidrat. Selain itu, menambah 12-15% dari protein, dan kurang lebih 30% dari lemak. “Sedangkan hal-hal yang harus dihindari, konsumsi trans asam lemak seperti terdapat dalam makanan crackers, snack, dan kue panggang, karena akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular bagi ibu,” katanya.

Trik-Tips Blog Trick Blog